Le vent [PART 1]
“Hal yang paling
aku sukai saat kita bersama adalah, saat kita sama – sama terdiam. Karena di saat
itulah kita saling memahami dan berbicara lewat hati” –Meka
Sore tanggung disalah satu Sabtu di Januari ini, aku
habiskan waktu di padang rumput bersama sahabatku. Angin membelai dedaunan juga
rerumputan di sekitarku, dan dengan lancangnya meraba sepasang paru – paru
dalam ragaku. Penggembala kerbau yang entah sedari kapan di sini telah dibawa
sang angin mengelana ke dunia imaji. Sedangkan aku dan Ligar berbaring santai di
bawah naungan satu – satunya pohon beringin di sini. Menatap jadi hobi baru
yang tercipta secara otodidak selama di sini, kanvas raksasa dengan ornamen
awan adalah sasaran kami. Menit demi menit berlalu, melodi sentuhan daun dan
rumput jadi satu – satunya suara, begitu magis, mampu menyulap ketegangan
menjadi ketenangan. Tangan – tangan usil angin bergelantungan dikelopak mataku,
merayuku dengan suara hembusan dan rasa sejuk yang diberikan. Tak kuasa aku menahan
bujukannya, mau tak mau akhirnya aku pejamkan mata, rayuanmu berhasil angin aku
mengaku kalah.
Tak lama setelah kekalahanku pada angin, tubuhku digoyang
– goyang oleh sepasang tangan manusia, pasti ini Ligar batinku. ”Ka.. Meka..
bangun...” Berat rasanya mataku terbuka, dengan malas dan setengah sadar aku
menanggapi “Hm...”, “Katanya ingin tidur” Sontak kesadaranku terisi penuh dan
langsung bangkit dari posisi tidur, ingin rasanya tangan ini menampol wajahnya
tapi refleks pertama yang aku lakukan adalah menjitak kepala batunya.
“HAHAHAHAHA” Tawa Ligar mengisi seisi padang rumput yang
sedari tadi hening tanpa suara manusia. “hahaha.. aduh sakit tauk.. ” keluhnya
sakit sambil terkikih tak dapat menahan tawa atas kejadian barusan. Kesadaranku
yang diisi terlalu cepat membuatku sedikit kaget dan banyak kesal. Gelak tawa
yang mengisi seantero padang rumput tadi rupanya membangunkan penggembala
kerbau di seberang sana. Setelah tawanya berhenti mengisi, keheningan kembali
menghiasi, lagi lagi hanya harmonisasi melodi angin yang mengelilingi.
Alih – alih diam, Ligar kembali membuka mulutnya “Ka.. Coba
kamu lihat cahaya yang awan sembunyikan dari kita itu. Kamu tahu kenapa awan
menyembunyikannya?”
”Biar enggak kepanasan kitanya, HAHAHA” Responsku cepat
sambil diikuti tawaku geli pada leluconku sendiri, tapi satu – satunya suara
yang merespons tawaku, lagi lagi adalah melodi angin. Beruntung aku dilahirkan
didunia manusia, jika aku lahir dalam dunia animasi, raga ini sudah berganti
warna menjadi hitam putih dan menjadi gambar 2 dimensi kemudian lenyap terbang
disapu hembusan angin. Tak lama setelah itu keheninganpun berlalu disusul gelak
tawa Ligar “HAHAHAH... pffftt.. Ngelucu buk? HAHAHA” Syaraf otak bersinergi menghasilkan
respons kesal, Refleks tangan ini mulai bekerja, target utama telah dikunci,
pinggang Ligar terbuka tanpa pertahanan, weapon
terpilih cubit. “Aduuh duh.. sakit goblok, haha..” lagi lagi keluhnya sakit
sambil terkikih tak dapat menahan tawa atas kejadian mengesalkan barusan.
“Tauk
ah, ngeselin sih”
“Ngga..
enggak.. kali ini aku serius” Seperti robot yang hanya tinggal memencet tombol
untuk berganti mode, seketika itu pula dalam hitungan detik, Ligar sudah
memasuki mode serius.
“Jadi,
kenapa awan menyembunyikannya? Untuk menunjukkan ke kita kalau awan punya
rahasia yang ingin dia tunjukkan, nanti disaat yang sudah tepat”
”Terus
kapan?” Sahutku sambil berharap aku tidak kembali dipermainkan seperti yang
sudah - sudah.
”Nanti.
Dihitung dari saat ini, disaat jarum jam sudah berputar beberapa kali, saat
penggembala yang ada disana mulai memulangkan kerbau – kerbaunya, saat lampu –
lampu di rumah mulai menyala, dan saat matahari mulai memanggil bulan untuk
menggantikan kewajibannya”
Semilir angin kembali berhembus seakan mengerti kata demi
kata yang telah terucap dari mulut Ligar setelah untuk sejenak angin berhenti seperti
dalam kondisi pause. Bahkan alam pun mengamini ucapannya, Seraya turut berkata,
Ya tunggu saja.
Permainan dare or
dare menjadi kegiatan kita di sini, tak ada kata truth dalam kamus permainan kita. Tak butuh permainan untuk
mengungkapkan kejujuran di antara kita, karena yang kami butuh kan hanya waktu
bersama. Kita pun mengajak penggembala yang dari tadi ternyata mengamati kita
untuk bermain bersama. Tak cukup Ligar dan si penggembala, Alam pun sepertinya
gatal untuk turut ikut menjahiliku, tak sekalipun aku lolos dari tantangan yang
memilukan. Berbagai tantangan telah aku lakoni, dari memanjat pohon untuk
mengambil daun tertua nomor 3 entah bagaimana cara aku mengetahuinya dan mereka
menilainya. Menjadikan getah pohon sebagai masker wajah hingga mencium 4 kerbau
milik si penggembala. Sifat si penggembala terkuak hanya dalam hitungan jam
saja, tampang dan umurnya yang dewasa ternyata berbanding terbalik dengan
kelakuannya. Ide konyolnya kawin dengan ide konyol Ligar melahirkan tantangan
yang berhasil membuatku sedikit menyesal telah mengajaknya ikut bermain.
Waktu berlalu dengan cepatnya, seolah sedang berlari
mengejar waktu yang lainnya. Penggembala berpamitan pergi meninggalkan kita
untuk memulangkan kerbau – kerbau milikinya. Tak disadari pula, Jarum jam sudah
berputar beberapa kali bersamaan dengan setiap kata yang telah kita ucap dan
berbagai kegiatan menantang sejak kita memutuskan melangkah ke tempat ini.
Langit sedikit demi sedikit telah mengganti warnanya, beberapa burung lalu
lalang kembali ke sarang. Angin menjadi lebih sering berhembus seakan
membisikkan kata, tunggu, tunggulah disini, jangan pergi dulu.
Ligar terlihat menikmati setiap pemandangan yang tersaji
cantik di depan mata, matanya berbinar bahkan terlihat tak berkedip untuk saat
yang lama, kini aku tahu dia pun menunggu - nunggunya. kusandarkan kepalaku
dibahunya, keras namun sangat nyaman, bahu yang sudah aku kenal dari dulu, bahu
yang menemaniku dikondisi apa pun. Kurasakan tangan hangatnya merespons dengan
merangkul bahu kecilku, tapi pandangannya tak lepas dari sajian semesta di depan
mata.
”saat
dimana awan menunjukkan rahasianya telah tiba” kata Ligar tiba – tiba. Aku
hanya mengangguk tanpa berkata. Rahasia yang dijanjikan sang awan akhirnya
muncul, warna oranye kemerahan yang berbaur dilangit dan cahaya kekuningan yang
seakan ingin keluar dari balik awan yang bergerak santai karena terdorong angin
menahan kelopak mata untuk tidak berkedip. Hari ini, di padang rumput ini, tak
pernah terbayang dalam pikirku hariku akan berakhir seromantis ini.
Bersambung...
Woiiii lah.. terbaeqqq!
BalasHapusBaca terus postinganku yaaaa ๐
HapusYg terlintas di ingatan aqu .. aqu baca sambil mengingat suara khas mu itu lho.. hahaa
BalasHapusAku gak pernah ngomong sampe sepanjang ini kak haha
BalasHapus