Cerita dibalik Sekolahku di Taiwan
Namaku Catur Mei Rahayu, sekarang
aku berumur 21 tahun dan sedang melanjutkan studi S2 ku di Taiwan, jurusan Teknik
Komputer dan Komunikasi. Kenapa Taiwan? Kenapa gak dinegara Eropa saja, di Taiwan
mau jadi apa? TKW? Ya seperti itu pemikiran banyak orang di Indonesia. Well, sebenarnya bukan negara Eropa atau
Taiwan yang menjadi tujuanku, tujuanku dari dulu hingga sekarang masih sama
yaitu Jepang. Tapi takdir berkata lain, semua terjadi bukan karena tiba – tiba,
karena sejujurnya aku baru mengerti, tak ada yang tiba – tiba di dunia ini
semua pasti ada urutan ceritanya.
Ceritanya bermula setelah aku
lulus dari sebuah Politeknik Negeri di daerah Semarang, seminggu setelah aku di
wisuda oleh kampus tercintaku, aku mendapatkan pesan pribadi dari seorang HRD
tempatku magang selama 6 bulan dulu. Saat itu aku merasa senang, karena tahu do’a
ku lagi – lagi didengar oleh Allah SWT. Tepat setelah masa magangku selesai aku
berdoa agar setelah lulus, perusahaan tempatku magang akan memanggilku lagi,
dan you know It is just happened!! Tapi
mungkin ini karena tabiat manusia yang kurang bersyukur, bukannya langsung
terima tawarannya, tapi aku sengaja menunda jawabanku. Bukan tanpa alasan, tepat
saat kelulusan itu, penerimaan CPNS sedang dibuka besar – besaran. Aku dan
teman – teman seperjuanganku otomatis mendaftar, siapa yang tak mau jadi PNS, fresh graduated langsung jadi PNS, mimpi
sebagian besar mahasiswa yang ada di Indonesia ini woy!! Sekitar 2,5 bulan
seleksi CPNS berlangsung, aku akhirnya berhasil sampai di tahap akhir. Saat itu
aku merasa semuanya seperti sudah jelas, mungkin ini akan jadi rejekiku, dan woalaa... saat aku kira semuanya jelas ternyata yang ku
lihat adalah ketidakjelasan. Aku gagal, aku memang bukan orang yang ditakdirkan
untuk disini. Aku gagal ditahap terakhir, dimana yang diterima hanya 11 orang
dan aku merupakan orang ke-13. But, I’m
still thanks to Allah, to not make me as the number 12, it will very hurt me I
think. Tapi aku saat itu belum juga sadar, kalau aku memang tak pernah
mendoakan PNS menjadi pekerjaanku seserius aku mendoakan tawaran kerja tempat
magangku.
Sekitar 2,5 bulan telah berlalu
setelah hari tawaran itu, pesan pribadi itu masih ada di history chat HPku. Saat itu, setelah semuanya seharusnya sudah
jelas, aku sendiri yang membuatnya keruh. Bukannya aku segera membalas pesan
pribadi itu, aku malah kembali mengabaikannya. Besides, teman – temanku magang disitu tak ada yang kembali bekerja
disitu, jadi itu membuatku berpikir dua kali. Yahhh I know, I really friends oriented, So childish isn’t? Padahal
disana pun aku sudah cukup banyak mengenal orang – orangnya, betapa gak
jelasnya aku ini.
Almamaterku telah menjalin kerja
sama dengan kampus di Taiwan dan kampus taiwan menawarkan beasiswa untuk studi
lanjutan. saat itu aku pikir apa salahnya mencoba? Toh, beberapa temanku mendaftar
juga, jika diterima aku tak akan sendirian di negara orang. Semua persyaratan
telah aku siapkan, dan akhirnya aku mendaftar bersama 2 orang temanku yang
lain. Ada jeda waktu sekitar 1 bulan sampai pengumuman, aku memutuskan untuk
mengisi waktu kosongku untuk belajar bahasa inggris di Pare.
Di awal Januari tahun 2018,
pengumuman seleksi beasiswa keluar, ada namaku dan dua temanku yang lain dengan
jenis beasiswa yang sama yaitu full
tuition & fee waiver for 1 semester. Pada akhirnya, mereka tak
mengambil beasiswa tersebut dengan alasan masing – masing. I know, it will be hard to decided. But, I have to make a decision as
soon as possible. Seperti sebelumnya I
am really friends oriented, jadi aku juga sempat ragu untuk mengambil
beasiswa ini atau tidak.
Setelah bertanya dan meminta
pendapat dari banyak orang, tak hanya kedua orang tuaku, tapi juga saudara –
saudaraku dan teman – teman dekatku. They
prefer to take a chance, except my parents, they fully trust me to take my own
decision. maybe I can’t get chance like this anymore, maybe this chance just
come to my life once in my lifetime. Study abroad, I have dream about this
since I was teenager. But the reality is, It is not the country I want first, It
is not the campus I have been dream before, and I will losing the chance to
back to the company I have prayed before. Still, I just get scholarship for one
semester without living cost. I have to work, to finance my life in Taiwan. It
hard to make this decision, but finally I take my chance to study abroad. At
least, If I fail to get the scholarship for my 2nd semester I still
can resign and I still get experience from life here, far away from my parent, and
out of my comfort zone.
1,5 bulan setelahnya, aku
berangkat ke Taiwan, tapi baru H-7 keberangkatanku aku baru berani untuk
mengirim pesan pribadi ke HRD menyatakan bahwa aku tidak bisa mengambil
kesempatan yang telah diberikan. Itu pun
sangat berat sekali aku lakukan. Saat itu aku benar – benar berpikir, mau
dibawa kemana setelah aku S2, mau dibawa kemana andainya aku gagal untuk menyelesaikan
S2, kenapa masa depan begitu tak jelas. Saat itu, benar – benar saat dimana aku
sangat berharap aku bisa melihat masa depan. It is like, I try to sink myself in the water, when I know I can’t
swim. Kayak bunuh diri, tapi juga enggak juga. Membuang kesempatan yang sudah
pasti, untuk sesuatu yang belum pasti. Ya, mungkin seperti itu. Now I am here, here in Taiwan. When my
friends throw the chance to school here to work, I throw my chance to work to
school here. Dengan kata lain, aku memilih buah doa yang baru dengan meninggalkan
buah doa yang lama. Apakah aku
menyesal atau tidak? To be continue.....
Komentar
Posting Komentar